Hotelier Indonesia
Indrakarona Ketaren | Gastronomi Indonesia | indraket@gmail.com
Secara prematur kartografi profil makanan di negeri ini masih belum bisa digambaran secara baik dan utuh. Begitu banyak masyarakat yang ahli dan tidak ahli (yang passion terhadap boga), apapun gelar sebutan terhadapnya, belum bisa memberikan proyeksi fisiografis secara umum mengenai seni dapur Indonesia.
Ada yang mampu mengangkat beberapa profil makanan, namun sifatnya masih terbatas dan bicara di profil makanan yang selalu di perbincangkan orang ramai. Terkesan seperti ada yang diistimewakan dan ada yang di kurang diperhatikan.
Misalnya sebatas soto, sate, nasi goreng, bakso, gado-gado, rawon, sarikayo, urap sayuran, lumpia, gudheg, asinan, tahu telur, serabi, klapentaart, rending, nasi tumpeng dan lain sebagainya yang memang cukup dikenal kalangan masyarakat.
Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan dan ada yang kurang diperhatikan. Ini adalah soal kurang mendalami dan terbatas menyadari kekayaan seni dapur dan boga yang ada di kepulauan Nusantara.
Namun mesti disadari, tampilan seni dapur dan boga salah satu suku dan sub-suku akan membawa dorongan dan hasrat kepada suku dan sub-suku lain untuk ikut ada di dalam tampilan tersebut, apalagi kalau sering dan kerap tampilan seni dapur dan boga dari suku itu-itu saja yang muncul.
Indonesia mempunyai 1335 suku dan sub-suku yang masing-masing memiliki seni dapur yang tercipta dari proses kearifan lokal tradisional, akulturasi dan mimikri.
Bagi suku dan sub-suku, seni dapur mereka adalah soal kebanggaan dan harga diri yang meyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental di diri kepribadian mereka, apalagi pengakuan mereka sebagai suatu bangsa.Oleh karena itu sudah saatnya profil seni dapur Indonesia diteliti dan dikaji secara mendalam agar rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat awam, dapat disalurkan untuk memberi kesadaran mengenai warna seni dapur dan boga Nusantara.
Sebagai pembuka jalan untuk nantinya menentukan formula dan mekanisme itu, perlu terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya terbentuknya negara Indonesia.Pada dasarnya negeri ini terbentuk dari akibat penjajahan sekian ratus tahun yang mengakibatkan penderitaan dan perlawanan terhadap kolonial.
Pada asal muasalnya, suku dan sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara, bukan satu kesatuan bangsa, tetapi mereka bersatu karena tindasan kolonialisme dan pengalaman akibat dipengaruhi oleh bangsa luar lainnya.
Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain : Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Britania Raya dan Jepang.
Ikhtiar itu dideklarasikan melalui ikrar "Soempah Pemuda" tanggal 28 Oktober tahun 1928. Soempah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.Ikrar Soempah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia dengan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.
Kalau diibaratkan versi lain, Indonesia mirip seperti organisasi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang terbentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional akibat konflik berkepanjangan dari Perang Dunia II maupun pengalaman dari Perang Dunia I yang sewaktu itu organisasinya bernama Liga Bangsa-Bangsa.
Walaupun tidak bisa dikatakan sama persis dengan PBB, namun bisa dicatat ada kemiripan bahwa berhimpunnya suku dan sub-suku kepulauan Nusantara ke dalam negara Indonesia adalah sejatinya mereka bukan berasal dari suku bangsa yang sama. Masing-masing suku dan sub-suku di Indonesia mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda meski ada yang sama.
Sebagai contoh, negeri Thailand dan Korea Selatan berasal dari satu rumpun kesukuan yang sama, walau ada turunannya berbagai sub-suku, yang memiliki seni dapur, boga, bumbu, rempah dan citarasanya yang sama, baik itu di belahan barat, timur, utara dan selatan dari kedua negara.
Kesamaan itu disebut sebagai "Garis Seni Boga" sehingga mudah menentukan peta kartografi seni dapur dari profil boga kedua negara ini.Indonesia tidak demikian. Garis Seni Boga Indonesia tidak satu dan masing-masing suku dan sub-suku punya keunikan tersendiri yang berbeda meski ada yang mirip sama.
Perhatikan dengan seksama dari sisi barat, timur, utara dan selatan Indonesia, masing-masing punya bumbu, rempah dan citarasa yang berbeda, makanya makanannya pun berbeda.
Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang suka masakan pedas, manis, natural. Ada yang suka cabe. Ada yang menggunakan andaliman (sebagai cabainya) dan macam-macam lainnya.
Oleh karena kalau bicara soal ikhwal profil boga (makanan) dan seni dapur Indonesia, maka yang perlu ditelusuri terlebih dahulu adalah soal "Garis Seni Boga" di kepulauan Nusantara Indonesia ini.
Seyogyanya sudat saatnya mulai difikirkan merumuskan garis seni boga seperti yang dilakukan dalam dunia flora dan fauna Indonesia yang memiliki garis "Wallace-Weber" (garis khayal).Jika sudah dimiliki formula garis seni boga tersebut, akan mudah menentukan profil boga Indonesia berdasarkan kategori dan kriteria yang dirumuskan dalam garis seni boga tersebut.
Garis seni boga ini bisa juga dijadikan standard dalam menentukan ikon makanan Indonesia sebagai branding nation Negara.
Ihwal Profil Boga Indonesia
Indrakarona Ketaren | Gastronomi Indonesia | indraket@gmail.comSecara prematur kartografi profil makanan di negeri ini masih belum bisa digambaran secara baik dan utuh. Begitu banyak masyarakat yang ahli dan tidak ahli (yang passion terhadap boga), apapun gelar sebutan terhadapnya, belum bisa memberikan proyeksi fisiografis secara umum mengenai seni dapur Indonesia.
Ada yang mampu mengangkat beberapa profil makanan, namun sifatnya masih terbatas dan bicara di profil makanan yang selalu di perbincangkan orang ramai. Terkesan seperti ada yang diistimewakan dan ada yang di kurang diperhatikan.
Misalnya sebatas soto, sate, nasi goreng, bakso, gado-gado, rawon, sarikayo, urap sayuran, lumpia, gudheg, asinan, tahu telur, serabi, klapentaart, rending, nasi tumpeng dan lain sebagainya yang memang cukup dikenal kalangan masyarakat.
Seni dapur lainnya masih banyak yang tidak pernah diangkat seperti arsik, terites, kuta-kuta, cimpang tuang, lomok-lomok, na tinombur, dali ni horbo, pakasam, nasi kuning, palubasa, mie gomak, gulai banak, gulai paku, gajebo, brenebon, hucap, cabuk rambak, lentog tanjung, barongko, pallu butung, galamai, samba lingkung, kagape, sinonggi, madumongso, kasuran, keciput dan lain sebagainya.
Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan dan ada yang kurang diperhatikan. Ini adalah soal kurang mendalami dan terbatas menyadari kekayaan seni dapur dan boga yang ada di kepulauan Nusantara.
Namun mesti disadari, tampilan seni dapur dan boga salah satu suku dan sub-suku akan membawa dorongan dan hasrat kepada suku dan sub-suku lain untuk ikut ada di dalam tampilan tersebut, apalagi kalau sering dan kerap tampilan seni dapur dan boga dari suku itu-itu saja yang muncul.
Indonesia mempunyai 1335 suku dan sub-suku yang masing-masing memiliki seni dapur yang tercipta dari proses kearifan lokal tradisional, akulturasi dan mimikri.
Bagi suku dan sub-suku, seni dapur mereka adalah soal kebanggaan dan harga diri yang meyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental di diri kepribadian mereka, apalagi pengakuan mereka sebagai suatu bangsa.Oleh karena itu sudah saatnya profil seni dapur Indonesia diteliti dan dikaji secara mendalam agar rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat awam, dapat disalurkan untuk memberi kesadaran mengenai warna seni dapur dan boga Nusantara.
Sudah tentu tugas ini tidak mudah dan memerlukan waktu cukup panjang melihat begitu banyaknya kekayaan seni dapur dari suku dan sub-suku yang ada. Namun harus dimulai dengan pertama mencari jalan masuk, yakni formula dan mekanisme apa yang harus digunakan untuk mengkartografikan profil makanan di negeri ini.
Sebagai pembuka jalan untuk nantinya menentukan formula dan mekanisme itu, perlu terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya terbentuknya negara Indonesia.Pada dasarnya negeri ini terbentuk dari akibat penjajahan sekian ratus tahun yang mengakibatkan penderitaan dan perlawanan terhadap kolonial.
Pada asal muasalnya, suku dan sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara, bukan satu kesatuan bangsa, tetapi mereka bersatu karena tindasan kolonialisme dan pengalaman akibat dipengaruhi oleh bangsa luar lainnya.
Sejak jaman dahulu Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan hasil alamnya yang berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya.
Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain : Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Britania Raya dan Jepang.
Ikhtiar itu dideklarasikan melalui ikrar "Soempah Pemuda" tanggal 28 Oktober tahun 1928. Soempah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.Ikrar Soempah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia dengan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.
Kalau diibaratkan versi lain, Indonesia mirip seperti organisasi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang terbentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional akibat konflik berkepanjangan dari Perang Dunia II maupun pengalaman dari Perang Dunia I yang sewaktu itu organisasinya bernama Liga Bangsa-Bangsa.
Walaupun tidak bisa dikatakan sama persis dengan PBB, namun bisa dicatat ada kemiripan bahwa berhimpunnya suku dan sub-suku kepulauan Nusantara ke dalam negara Indonesia adalah sejatinya mereka bukan berasal dari suku bangsa yang sama. Masing-masing suku dan sub-suku di Indonesia mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda meski ada yang sama.
Meskipun berada dalam satu atap payung negara yang bernama Indonesia, tetap konstruksi peradaban budaya & kearifan lokal masing-masing suku dan sub-suku dipertahankan, salah satunya adalah di seni budaya boga (makanan). Oleh karena itu sangat sulit mengatakan Indonesia memiliki warna dan profil makanan yang serupa satu sama lain.
Sebagai contoh, negeri Thailand dan Korea Selatan berasal dari satu rumpun kesukuan yang sama, walau ada turunannya berbagai sub-suku, yang memiliki seni dapur, boga, bumbu, rempah dan citarasanya yang sama, baik itu di belahan barat, timur, utara dan selatan dari kedua negara.
Kesamaan itu disebut sebagai "Garis Seni Boga" sehingga mudah menentukan peta kartografi seni dapur dari profil boga kedua negara ini.Indonesia tidak demikian. Garis Seni Boga Indonesia tidak satu dan masing-masing suku dan sub-suku punya keunikan tersendiri yang berbeda meski ada yang mirip sama.
Perhatikan dengan seksama dari sisi barat, timur, utara dan selatan Indonesia, masing-masing punya bumbu, rempah dan citarasa yang berbeda, makanya makanannya pun berbeda.
Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang suka masakan pedas, manis, natural. Ada yang suka cabe. Ada yang menggunakan andaliman (sebagai cabainya) dan macam-macam lainnya.
Oleh karena kalau bicara soal ikhwal profil boga (makanan) dan seni dapur Indonesia, maka yang perlu ditelusuri terlebih dahulu adalah soal "Garis Seni Boga" di kepulauan Nusantara Indonesia ini.
Seyogyanya sudat saatnya mulai difikirkan merumuskan garis seni boga seperti yang dilakukan dalam dunia flora dan fauna Indonesia yang memiliki garis "Wallace-Weber" (garis khayal).Jika sudah dimiliki formula garis seni boga tersebut, akan mudah menentukan profil boga Indonesia berdasarkan kategori dan kriteria yang dirumuskan dalam garis seni boga tersebut.
Garis seni boga ini bisa juga dijadikan standard dalam menentukan ikon makanan Indonesia sebagai branding nation Negara.